Kamis, 30 Juni 2011

Pelaksanaan Jaminan Sosial PT Jamsostek Tingkatkan Pelayanan , Perluas Kepesertaan Dan Peningkatan Aset

JAKARTA - PT Jamsostek (Persero) mengusung upaya untuk meningkatkan peserta, aset, dan pelayanan untuk tahun 2011 ini. Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, upaya peningkatan peserta dilakukan melalui pendekatan persuasif serta penegakan hukum bekerja sama dengan dinas tenaga kerja dan aparat hukum di daerah. Dalam hal ini sosialisasi manfaat program-program Jamsostek akan dilakukan seiring dengan upaya penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang terindikasi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Dalam hal ini, selain pekerja formal, Jamsostek juga mengupayakan peningkatan peserta dari pekerja informal.
Sedangkan terkait peningkatan aset, Jamsostek mengandalkan optimalisasi investasi dan pengembangan usaha. Selain itu, Jamsostek juga menjadikan proses herregistrasi data dan jumlah peserta. Ini dilakukan untuk menertibkan pelaksanaan operasional program jaminan sosial yang diselenggarakan Jamsostek. Seperti jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan mepeliharaan kesehatan (JPK) serta program dan manfaat lainnya.
Untuk itu, upaya peningkatan pelayanan secara terus-menerus yang menyesuaikan dengan perkembangan yang ada menjadi keharusan. ini juga terkait kepentingan pekerja yang menjadi peserta Jamsostek. "Dengan ini, Jamsostek menjadi salah satu BPJS (badan penyelenggara jaminan sosial) yang paling siap melaksanakan Undang-Undang SJSN (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional)," katanya kepada Suara Karya di Jakarta, pekan lalu.
Untuk 2011, menurut Hotbonar, pelaksanaan program dana peningkatan kesejahteraan peserta (DPKP) maupun program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) akan diintensifkan. Ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat, pengusaha, dan pekerja akan pentingnya jaminan sosial. Kegiatan sosialisasi program Jamsostek dan manfaatnya diupayakan bisa menjangkau seluruh perusahaan/ pengusaha atau pekerja formal dan informal. Tentunya dnegan dukungan dana yang memadai ke seluruh kantor cabang yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Untuk 2011, Jamsostek menargetkan penambahan peserta baru sekitar 7,91 juta tenaga kerja (melalui berbagai program) serta menjaring sekitar 26.125 perusahaan. Ini meliputi target tambahan tenaga kerja dalam hubungan kerja (DHK) sebanyak 2,9 juta orang dan tenaga kerja jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) 1,1 juta orang. Sementara untuk tenaga kerja luar hubungan kerja (LHK) atau informal mencapai 150.200 orang, tenaga kerja di sektor jasa konstruksi (jakons) sebanyak 3,76 juta orang. [ leo-bmb]

Penggabungan Dua BUMN Asuransi Jadi Satu Gelisahkan BPJS Serikat Pekerja

 
JAKARTA - Pembahasan akan Rancangan Undang Undang Badan  Penyelenggara Jaminan Sosial kini masih  berlanjut , jika sebelumnya dijadwalkan akan rampung pertengahan juni , sepertinya juga akan molor , wacana peleburan empat BUMN jaminan sosial menjadi dua oleh DPR dana pemerintah di tingkat panitia kerja pembahasannya terus menjadi perhatian pengamat dan praktisi jaminan sosial itu sendiri. Sejumlah pihak telah menyatakan keberatan jika wacana itu direalisasikan.
Meleburkan BUMN menjadi satu badan sangat riskan , bahkan ada elemen serikat pekerja yang anggotanya telah terdaftar menjadi peserta Jamsostek ,telah balak blakan mengeluarkan pernyataan sikap akan menarik dana dari penyelenggara yang selama ini mereka percaya,
Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional ( SPN ) H.Bambang Wirahyoso ,SH ,misalnya , dalam sisaran persnya di Jakarta , mengatakan , Jika terjadi penggabungan / peleburan BPJS TASPEN ,ASABRI, ASKES ,JAMSOSTEK  sebagaimana draf RUU BPJS pemerintah  dan DPR ,maka SPN akan menarik Dana Jaminan Hari Tua ( JHT ) beserta hasil pengembangannya dari BPJS PT.Jamsostek ( Persero ).  
Menaggapi hal penggabungan BUMN Asurasi ini , Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI) Hotbonar Sinaga di Jakarta mengatakan, wacana itu tidak lepas dari adanya kepentingan-kepentingan dari pihak tertentu. ini juga mensinyalir ada unsur asing bermain dalam merancang dan mendesak kebijakan pembentukan BPJS yang sedang dibahas antara pe me rintah dan DPR saat ini.
“Se gala sesuatu hendaknya diserahkan pada pihak yang berkom peten dengan memperhati kan se jarah pembentukan BPJS yang sudah ada. Jangan diserah kan pada konsultan asing yang tidak paham tentang jaminan sosial di Indonesia,” katanya.
Menurut dia, saat ini bisnis asu ransi di Indonesia sudah dikuasai asing, termasuk bisnis pembia yaan perbankan. Karena itu, dia mengaku khawatir penyelengga raan jaminan sosial setelah UU BPJS diketok juga dikuasai asing.
“Sebelum pemerintah membentuk BPJS dengan melakukan penggabungan badan penyelenggara yang sudah ada, harus memperhatikan juga aspek hukum dan finansial serta aspek sumber daya manusia,” imbuhnya.[leo-bmb]

Pengawasan Norma Ketenagakerjaan Ditingkatkan


JAKARTA - Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengungkapkan, sejak Peraturan Presiden No. 21/2010 tentang Pengawas Ketenagakerjaan diterbitkan, maka sistem pengawasan ketenagakerjaan kembali menjadi kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenakertrans.
"Dalam peraturan tersebut, pengawas ketenagakerjaan yang ada di dinas tingkat provinsi, kabupaten/kota wajib memberikan laporan mengenai pengawasan ketenagakerjaan ke pemerintah pusat. Ini yang harus segera disosilisasikan kepada seluruh Dinas Tenaga Kerja seluruh Indonesia," kata Muhaimin ,belum lama ini.
Menurut dia, dengan sistem baru ini, nantinya diharapkan dapat memperbaiki sinergi dan koordinasi pusat dan daerah di bidang ketenagakerjaan, yang selama ini terputus sejak otonomi daerah. Bahkan, untuk mempermudah sinergi dan koordinasi, Kemenakertrans akan membentuk jaringan informasi khusus pengawasan ketenagakerjaan yang menghubungkan antara dinas ketenagakerjaan, Balai Hyperkes dan Keselamatan Kerja, PT Jamsostek serta instasni terkait lainnya.
Selain itu, pimpinan dinas pun harus mengembangkan sistem pengawasan ketenaga kerjaaan secara Utuh dengan menyediakan sumberdaya, sumber dana, sarana dan prasarana serta jaringan Informasi pengawasan ketenagakerjaan. "Para pengawas ketenagakerjaan harus melakukan penegakan hukum ketenagakerjaan bagi perusahaan ytang melakukan pelanggaran peraturan perundangan ketenagakerjaan," kata Muhaimin.
Ditambahkan, dengan meningkatnya kinerja pengawas ketenagakerjaan, maka otomatis akan meningkatkan pemenuhan hak jaminan sosial tenaga kerja, meningkatnya jumlah perusahaan yang menerapkan sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta menurunkan angka kecelakaan kerja.
Untuk mendukung kebijakan tersebut ,  belum lama ini , Direktur Utama PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Hotbonar Sinaga  telah menyerahkan data perusahaan yang diduga mengindar kepesertaan Program Jamsostek kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).
            "Yang kami serahkan itu data lapangan yang dikumpulkan beberapa bulan terakhir dan menjadi dasar melakukan kerjasama kolaboratif dengan Kemenakertrans. Kami berharap jumlah peserta bisa meningkat dan ini adalah misi bersama antara Jamsostek dan Direktur Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans," kata Direktur Utama Hotbonar Sinaga di Jakarta ,menurutnya  ada  empat program yang harus diikuti perusahaan adalah Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK). Namun, enggan menyebutkan nama sejumlah  perusahaan yang diserahkan ke Menakertrans. "Tim PT  Jamsostek akan terjun bersama dengan PPNS melakukan interpelasi  terhadap perusahaan yang diindikasi belum mendaftarkan karyawannya ikut Program  Jamsostek. Itu nanti akan kami proses secara hukum," tandasnya
.[ Leo-bmb]

Ketua AAJSI Hotbonar Sinaga: Penggabungan BUMN Asuransi Berpengaruh Terhadap Perbankan dan Pasar Modal

JAKARTA - Meleburkan BUMN menjadi satu badan sangat riskan , bahkan menurut
Ketua Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI) Hotbonar Sinaga, yang juga Dirut PT Jamsostek (Persero) , akan berpengaruh terhadap Perbankan dan Pasar Modal ,
 Menurutnya , jika sampai terjadi penarikan dana JHT pekerja, maka dipastikan akan terjadi rush yang menimpa bukan saja PT Jamsostek, tapi juga pasar modal dan perbankan. Apalagi, kata dia,  dari  dana  kelolaan  PT Jamsostek sebsar Rp 100 triliun sebanyak 97 persennya merupakan dana JHT pekerja.  "Dana itu, diinvestasikan dalam sistem perbankan dan pasar modal sebesar 56 persen  dan sisanya dalam bentuk obligasi. Kami berharap pembahasan RUU BPJS tidak melepaskan diri dari corak asuransi sosial yang sudah berlangsung di Indonesia.Bisa saja pembahasan yang sudah bergulir tentang pembentukkan BPJS jangka pendek dan BPJS jangka panjang diteruskan, tapi eksistensi keempat BPJS tetap melaksanakan fungsinya agar tidak terjadi goncangan," katanya.

          Dia juga mengingatkan, bagaimana pelaksanaan BPJS dari berbagai segmen masyarakat di Vietnam pernah digabung menjadi satu BPJS, tapi kemudian menimbulkan kekacauan yang kemudian ingin dipecah kembali menjadi beberapa BPJS. "Orientasinya, bisa saja BPJS yang sudah ada dibangun dengan system yang susah payah disempurnakan programnya, bukan dirombak total. Kita kuatir, jika RUU BPJS itu diketok, pelaksanaannya tidak akan bisa dilakukan sehingga berlarut-larut," kata Hotbonar

          Presiden Federasi Serikat Pekerja Nasional (SPN) Bambang Wirayoso  dalam siaran persnya di Jakarta  ,  mengatakan dalam transformasi program akan ada kesulitan bahkan ada beberapa hal yang prinsip tidak mungkin dilakukan karena ada karakteristik yang berbeda dengan amanat UU No.40 Tahuin 2004. . bahkan akan terjadi penurunan nilai manfaat , yang tadinya ada justeru malah hilang ,
 
          Ia menegaskan, pihaknya akan mengambil langkah tegas termasuk imbauan menarik dana Jaminan Hari Tua (JHT)  dari  438 ribu pekerja yang tergabung dalam SPN, yang disimpan  di PT Jamsostek (Persero). Langkah itu diambil jika peleburan empat Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial yaitu, PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero) dan PT Askes (Persero) dilakukan, mengingat peleburan itu memberi risiko besar terhadap pengelolaan JHT pekerja.[ leo-bmb]

PT Jamsoatek ( Persero ) Sosialisasikan Program K3

JAKARTA - Untuk mengurangi terjadinya kecelakaan kerja maupun terjadinya sakit akibat kerja maka PT .Jamsoatek ( Persero ) akan selalu berupaya melakukan sosialisasi Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) , program ini dilakukan bekerjasama dengan .Departemaen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Depnakertrans) ,hal ini disampaikan Dirut PT  Jamsostek (Persero) H.Hotbonar Sinaga kepada media di Jakarta.
Dengan kerjasama ini, diharapkan  bisa mengurangi tingkat kecelakaan kerja, juga mendorong peningkatan kepesertaan Jamsostek “Kita akan terus perbaiki jaringan komunikasi antara Pemerintah dan Jamsostek, maupun pihak perusahaan dan masyarakat luas sehingga bisa mencapai target maksimal dalam menekan kecelakaan kerja dan meningkatkan kepesertaan Jamsostek, masih banyak perusahaan menganggap K3 sebagai beban operasional. Padahal,perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja adalah merupakan hak azasi setiap pekerja “ ujarnya.
Penerapan dan pelaksanaan norma keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bagian penting dari perlindungan terhadap lingkungan kerja khususnya perlindungan kepada tenaga kerja.perlu disadari bahwa K3 merupakan salah satu hak dasar pekerja terkait dengan aspek kesejahteraan selain dari hak-hak yang lain termasuk perlindungan upah, jaminan sosial, waktu kerja dan berserikat. Untuk itu, kita mendorong pengawasan pelaksanaan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) .tambahnya.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar , dalam penerapan peraturan K3 , telah melakukan kebijakan tegas dan sosialisasi yang sistematis “ Kita sudah membuat sistim pengawasan baru, salah satunya adalah mendorong pengawasan di bidang K3. Apabila tidak dilaksanakan bisa kita proses secara hukum, katanya.Menurutnya, ada dua sanksi yang diterapkan terhadap perusahaan yang belum melaksanakan sistim menejemen K3. Ada dua sanksi yakni pertama pembinaan kedua proses hukum sesuai dengan UU, ujarnya.
Muhaimin menyatakan bahwa pemerintah harus bekerja keras karena belum semua perusahaan terutama perusahaan kelas menengah (perusahaan kecil) itu belum menerapkan K3 secara disiplin.Bukan untuk kepentingan pemerintah, tapi untuk kepentingan karyawan dan perusahaan sendiri. Karena itu harus disosialisaikan dan kita akan menegakkan hukum bagi perusahaan yang belum melaksanakan K3, tegasnya. [ leo-bmb]

Rabu, 29 Juni 2011

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Untuk Masyarakat Miskin Sebaiknya Dibentuk Badan Baru

 
JAKARTA - Mengabungkan empat BUMN Asuransi untuk membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dinilai tidak realistis dan malah akan menambah rumit persoalan. Pemerintah justru sebaiknya membentuk Badan Penyuelenggara yang  baru untuk melayani jaminan sosial bagi masyarakat miskin atau tidak mampu.
"Hal ini lebih baik dibanding mentransformasi atau melebur empat BPJS yang sudah ada saat ini dengan segmen tersendiri," kata pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ichsanuddin Noorsy kepada wartawan di Jakarta, Rabu (22/6). BPJS dibutuhkan sebagai pelaksanaan UU No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial yang sudah tujuh tahun belum juga dilaksanakan.
Menurut dia, dana iuran kepesertaan dalam program jaminan sosial tersebut tidak akan membebani anggaran pemerintah. Karena, dana iuran bisa diambil dari pajak pertambahan nilai (PPN) yang berasal dari masyarakat. Selama ini, seluruh lapisan masyarakat menyetorkan PPN dari setiap uang yang dibelanjakannya. Pada 2010, setoran PPN dari masyarakat mencapai Rp 270 triliun.
Saat ini terdapat empat BPJS yang sudah berjalan, yakni PT Jamsostek (Persero) yang melayani pekerja formal dari perusahaan swasta dan BUMN serta pekerja sektor informal. PT Askes (Persero) melayani jaminan kesehatan untuk pegawai negeri sipil (PNS). PT Taspen (Persero) melayani jaminan pensiun untuk PNS, serta PT Asabri (Persero) melayani jaminan pensiun dan jaminan kesehatan untuk TNI/Polri.
Pada prinsipnya, jaminan sosial itu diselenggarakan untuk masyarakat miskin atau tidak mampu. Untuk itu, pemerintah harus lebih baik fokus dalam membentuk BPJS baru guna menyelenggarakannya. Karena, hingga saat ini, pelaksanaan program jaminan sosial belum menjangkau masyarakat miskin dan tidak mampu, sedangkan empat BPJS yang ada tetap berjalan melayani pesertanya masing-masing.
Dirut PT Jamsostek( Persero ) H.Hotbonar Sinaga minta pemerintah agar berhati hati dalam melakukan keputusan yang menentukan siapa sebagai pelaksana BPJS , hendaknya diserahkan pada pihak yang memahami sejarah pembentukan BPJS yang sudah ada. Jangan diserahkan pada konsultan asing yang tidak paham tentang jaminan sosial di Indonesia. Untuk itu ,Hotbonar telah menyurati sekaligus memberikan masukan kepada pemerintah .[leo-bmb]

Perusahaan Wajib Laksanakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan


 
JAKARTA - Kewajiban pengusaha untuk mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek  program jaminan pemeliharaan kesehatan . akan ada peningkatan kualitas pelayanan, hal ini mendapat penegasan  Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhamin Iskandar .kebijakan ini akan disosialisasikan  di tiga kota, yakni di Surabaya, Bandung dan Jakarta dengan diikuti oleh unsur pengusaha, serikat pekerja dan serikat buruh.
Menindak lanjuti kebijakan pemerintah tersebut , Direktur Utama PT Jamsostek H.Hotbonar Sinaga kan memberikan tenggang waktu selama dua tahun kepada  kalangan pengusaha untuk menyelesaikan masalah kepesertaan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya dengan pihak ketiga atau asuransi swasta
“Sebagai kompensasinya, PT Jamsostek akan memperluas cakupan layanan di antaranya dalam layanan untuk pengobatan kanker, hemodialisa dan jantung yang selama belum tercakup, karena rendahnya iuran dari peserta program JPK,” kata Hotbonar.
Hotbonar menambahkan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan itu pernah disinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  , meminta agar cakupan dan kualitas layanan kesehatan untuk para pekerja dan buruh dapat ditingkatkan. Kalau saat ini  peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tercatat sebanyak 2,18 juta orang pekerja dengan tertanggung (anak dan keluarga) menjadi 5,04 juta orang ,maka dengan adanya kebijakan pemerintah mewajibkan perusahaan mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek ,diharapkan sekitar 9 juta orang pekerja aktif atau sekitar 23 juta orang tertanggung mendapat pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan secara maksimal .
Untuk itu menurut H.Hotbonar ,rencana usul perbaikan PP No.14/1993 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, khususnya tentang opting out kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) sangat positif  karena akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas perusahaan dan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada karyawan. [Leo-bmb]
 

Rabu, 22 Juni 2011

Peradilan di Indonesia Carut - Marut, Mahkamah Agung Geram Lakukan Pembenahan

JAKARTA  - Belakangan ini warga di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan diresahkan dengan maraknya Girik Aspal (asli tapi palsu), yang tak terdaftar di kelurahan setempat. Akibat ulah oknum yang tak bertanggung jawab, tak ayal wargapun tak sedikit yang dirugikan. Misalnya, nasib yang dialami pihak keluarga Nausin Bin Emad, pemilik sebidang tanah di jalan Agustus RT 03/RW 07 Pondok Pinang, Jakarta Selatan, data Girik Leter C dan wajib pajaknya telah terdaftar di kelurahan Pondok Pinang, tapi akibat ulah oknum yang diduga melakukan pemalsuan Girik, walhasil pihak pembeli sebidang tanahnya pun timbul keraguan.

Ironisnya lagi, meski data Giriknya asli namun ketika terjadi sengketa hingga berlanjut di sidang putusan antara pihak peng-klaim yakni Emad Bin Gano, lagi - lagi pihak Nausin Bin Emad harus menerima pil pahit. Apa pasal, karena pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan justru memenangkan pihak yang data giriknya tak terdaftar ditingkat kelurahan.
Sesuai surat nomor 186/711.1, tertanggal 30 November 2009, terkait hal penjelasan tanah milik adat C.587 yang terletak di jalan Agustus RT.003/RW.07 Kelurahan Pondok Pinang yang menjadi sengketa itu, Lurah Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Cholid Mawardi menjelaskan, bahwa sesuai berdasarkan catatan buku C yang terdapat kantor kelurahan Pondok Pinang, yakni, Kohir C nomor 289 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2, pada tahun 1938 Emad Bin Gano tercatat sebagai pemilik tanah adat tersebut.

Kemudian pada tahun-tahun berikutnya terjadi sejumlah perubahan. Misalnya pada tanggal 9 Pebruari 1948 Kohir C nomor 429 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2 atas nama wajib pajak, Emad Bin Gano dijual ke C 429 persil 63 Blok S.II atas nama wajib pajak Musa Bin Djama.

Lantas, pada tanggal 31 Desember 1951, Kohir C.429 persil 63 Blok S.II seluas, 4.890 m2 atas nama wajib pajak, Musa Bin Djama dengan luas tersebut dijual ke C.587 persil 63 Blok S.II atas nama wajib pajak, Nausin Bin Emad.

Jadi, hingga saat ini lahan tanah tersebut masih tercatat dalam buku C wajib pajak atas nama Nausin Bin Emad.

Menyikapi seputar persoalan ini,
Sekjend Himpunan Praktisi Hukum Muda Indonesia (HPHMI), Adherie Zulfikri Sitompul mengatakan, apabila dalam sita jaminan tersebut pihak tergugat merasa dirugikan, maka waris Nausin Bin Emad dapat mengadukan permasalahannya kepada Komisi Yudicial, Hakim Muda bidang pengawasan Mahkamah Agung RI atau Pengadilan Tinggi Agama provinsi DKI Jakarta. Apalagi belakangan ini, Mahkamah Agung tengah melakukan pembenahan terkait carut-marutnya peradilan di indonesia termasuk lembaga Pengadilan Agama. Nah jika Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan memaksakan putusannya dengan memenangkan pihak Emad Bin Gano, hal ini akan menjadi preseden buruk bagi peradilan di Indonesia.

Hal yang sama juga diungkapkan Wasekjend HPHMI R.Sihombing Hasudungan, sesuai kronologi diatas, dasar hukum secara kepemilikan lahan tanah ialah milik Nausin Bin Emad. Pasalnya, permasalahan tanah dasar hukum yang kuat adalah sesuai leter C di kelurahan. Dalam hal ini bukan diputuskan  di tingkat Pengadilan Agama. Dalam hal ini pihak Pengadilan Agama Jakarta Selatan terlalu berspekulasi, tandasnya.[bmb]


Selasa, 21 Juni 2011

PT Jamsostek ( Persero ) Intensifkan Sosialisi Program K3

JAKARTA  - Untuk mengurangi terjadinya kecelakaan kerja maupun terjadinya sakit akibat kerja maka PT .Jamsoatek ( Persero )  akan selalu berupaya melakukan sosialisasi  Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) , program ini dilakukan bekerjasama dengan .Departemaen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi (Depnakertrans) ,hal ini disampaikan Dirut PT  Jamsostek (Persero)  H.Hotbonar Sinaga, Belum lama ini. di Jakarta
          Menurut Hotbonar , dengan kerjasama ini, selain bisa mengurangi tingkat kecelakaan kerja, juga mendorong peningkatan kepesertaan Jamsostek   “Kita akan terus perbaiki jaringan komunikasi antara Pemerintah dan Jamsostek, maupun pihak perusahaan dan masyarakat luas sehingga bisa mencapai target maksimal dalam menekan kecelakaan kerja dan meningkatkan kepesertaan Jamsostek, masih banyak perusahaan menganggap K3 sebagai beban operasional. Padahal,perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja adalah merupakan hak azasi setiap pekerja “ ujarnya.
 Penerapan dan pelaksanaan norma keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan bagian penting dari perlindungan terhadap lingkungan kerja khususnya perlindungan kepada tenaga kerja.perlu disadari bahwa K3 merupakan salah satu hak dasar pekerja terkait dengan aspek kesejahteraan selain dari hak-hak yang lain termasuk perlindungan upah, jaminan sosial, waktu kerja dan berserikat. Untuk itu, kita  mendorong pengawasan pelaksanaan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) .tambahnya.
          Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar , dalam penerapan peraturan K3 , telah melakukan kebijakan tegas dan sosialisasi yang sistematis  “ Kita sudah membuat sistim pengawasan baru, salah satunya adalah mendorong pengawasan di bidang K3. Apabila tidak dilaksanakan bisa kita proses secara hukum, katanya.Menurutnya, ada dua sanksi yang diterapkan terhadap perusahaan yang belum melaksanakan sistim menejemen K3 sanksi yakni pertama pembinaan , sanksi kedua adalah diproses secara hukum sesuai dengan UU, ujarnya.
          Muhaimin menyatakan bahwa pemerintah harus bekerja keras karena belum semua perusahaan terutama perusahaan kelas menengah (perusahaan kecil) itu belum menerapkan K3 secara disiplin.Bukan untuk kepentingan pemerintah, tapi untuk kepentingan karyawan dan perusahaan sendiri. [ leo-bmb]

BPJS Sebaiknya Badan Baru, Bukan Peleburan BUMN Asuransi Yang Ada

JAKARTA - Wacana menggabungkan badan asuransi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) tunggal, perlu dipikirkan secara matang. Karena risiko atas peleburan itu bisa berdampak besar dan sangat serius, demikian disampaikan Dirut PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga.
Menurutnya , banyak pihak yang mempertanyakan rencana merger tersebut. Apakah semudah itu menggabungkan badan asuransi yuang berbeda sektor tersebut,tanyanya.
            PT Jamsostek mengelola pekerja swasta dan BUMN. PT Askes mengelola kesehatan para PNS, PT Taspen mengurus masalah asuransi para pensiunan PNS, dan PT Asabri mengelola asuransi ABRI.
Wacana merger itu tidak sama kasusnya seperti menggabungkan bank-bank yang kolaps milik pemerintah menjadi PT Bank Mandiri, ujar Hotbonar. Seperti menyangkut transformasi dana yang sangat besar, menyangkut kepentingan besar yang manfaatnya harus terus ditingkatkan, menyangkut kepentingan pengusaha dan lainnya.
Saat ini bisnis asuransi di Indonesia sudah dikuasai asing, termasuk bisnis pembiayaan perbankan. Jangan sampai penyelenggara jaminan sosial juga dikuasi oleh asing, sebelum menggabung BPJS  (PT Asabri, Askes, Taspen dan Jamsostek), panja harus   memerhatikan juga aspek hukum dan finansial, serta aspek sumber daya manusia.
Aspek hukum yang harus diperhatikan mengenai penyatuan anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan peraturan dari perseroan terbatas di badan penyelenggara itu.
Hal senada juga disampaikan Kepala Divisi Pelayanan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PT Jamsostek Mas'ud Muhammad, menurutnya,  Jamsostek sudah menjalankan fungsinya sebagai badan wali amanah yang mengelola iuran para pekerja untuk jaminan kesehatan dan pensiun para pekerja itu sendiri. Jamsostek sudah menjalankan prinsip wali amanah, fungsi Jamsostek hanya mengakomodir hak pekerja yang rutin membayar iuran dengan memotong gaji pekerja oleh perusahan, ujar Mas'ud pada acara diskusi public BPJS Antara Kebutuhan dan Kenyataan yang diselenggarakan Poros Wartawan Jakarta (PWJ) di Gedung YLBHI, Jakarta. Senin (20/06).
Menurut Mas'ud, Jika Jamsostek dilebur menjadi BPJS maka sistem yang terbangun akan menjadi tidak jelas, sementara, Iuran dari pekerja anggarannya tidak cukup untuk mengakomodir haknya mendapatkan asuransi, Karena, anggarannya itu harus dibagi dengan masyarakat miskin  Sebagai warga negara yang menjadi pekerja harus mendapatkan hak asuransi, jelasnya.ia  berharap agar Jamsostek harus dipisah dengan BPJS. [ leo-bmb].

Senin, 20 Juni 2011

Dirut PT Jamsostek (Persero) H.Hotbonar Sinaga: Gabungkan Badan Asuransi Jadi Penyelenggara Jaminan Sosial Tunggal Perlu Kehati - hatian

JAKARTA - Pro kontra akan pelaksana penyelenggara jaminan sosial  ketenagakerjaan yang saat ini masih dalam tahap pembahasan antara pemerintah dan DPR , masih belum tuntas menetapkan badan penyelenggara,  terdapat  pendapat yang berbeda ,terutama akan dileburkannya beberapa Badan Usaha Milik Negara yang selama ini telah mengelola Jaminan Sosial .
Dirut PT Jamsostek (Persero) Hotbonar Sinaga mengatakan, wacana menggabungkan badan asuransi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) tunggal, perlu dipikirkan secara matang.
Karena risiko atas peleburan itu bisa berdampak besar dan sangat serius, kata Hotbonar kepada pers di Jakarta, Kamis (16/6). banyak pihak yang mempertanyakan rencana merger tersebut. Apakah semudah itu menggabungkan badan asuransi yuang berbeda sektor tersebut, tanyanya.
            PT Jamsostek mengelola pekerja swasta dan BUMN. PT Askes mengelola kesehatan para PNS, PT Taspen mengurus masalah asuransi para pensiunan PNS, dan PT Asabri mengelola asuransi ABRI.
Wacana merger itu tidak sama kasusnya seperti menggabungkan bank-bank yang kolaps milik pemerintah menjadi PT Bank Mandiri, ujar Hotbonar. Seperti menyangkut transformasi dana yang sangat besar, menyangkut kepentingan besar yang manfaatnya harus terus ditingkatkan, menyangkut kepentingan pengusaha dan lainnya.
Kalau wacana itu harus lewat konsultasi, lanjut dia, konsultan yang ditunjuk pun harus independen, tidak boleh menunjuk konsultan yang punya kepentingan dengan salah satu pihak terkait.
Di Filipina misalnya, lanjut mantan Ketua Dewan Asuransi Indonesia, tiga BPJS yang ada di negeri itu tidak dilebur menjadi satu. Toh, bisa berjalan dengan baik, katanya.
Kalau memang sudah ada empat BPJS yang telah berjalan dengan baik, mengapa harus dilebur? tanyanya.
Karena itu, sebelum mengeluarkan wacana melebur empat BPJS yang ada, Hotbonar meminta pemerintah dan anggota dewan untuk memikirkan hal ini secara matang.
Karena menyangkut aspek hukum (mengingat AD/ART di masing-masing perusahaan sangat berbeda), aspek finansial (berkaitan dengan pengelolaan dana APBN, perusahaan swasta dan pekerja), dan aspek personalia (menyangkut pesangon bagi yang terkena perampingan atau dampak negatif lainnya). Atau masalah identitas tunggal yang sampai saat ini belum juga berjalan dengan baik.
Kami bukannya menolak perubahan. Tapi kita harus memperhitungkan faktor-faktor risiko yang akan muncul, baik teknis maupun nonteknis. Seperti kepentingan peserta dan pengusaha. Namun sebagai pengelola, kami terima apapun yang diputuskan pemerintah, termasuk kemungkinan merger, tutur Hotbonar [ leo-bmb]

Penggabungan BUMN Asuransi Sebagai Penyelenggara BPJS Akan berimplikasi Terhadap Kinerja Karyawan



JAKARTA - Kemungkinan akan adanya penggabungan BUMN besar seperti Taspen dan Jamostek dilebur dalam BPJS pensiun dan hari tua. Sementara Askes dan Asabri dilebur dalam BPJS yang menangani pensiun, mendapat tanggapan pro dan konra dalam masyarakat maupun pelaksana jaminan sosisial ,juga akan berimplikasi terhadap kinerja BUMN , termasuk status karyawannya.padahal ,sebelumnya , Taspen dan Asabri sudah menyatakan keengganannya bergabung dalam BPJS, yang akan menjadi pelaksana sistem jaminan sosial nasional (SJSN). Alasannya masih yang itu-itu juga, yakni lantaran keduanya merupakan lembaga pengelola dana pensiun.
Isu penggabungan BUMN itu muncul setelah pemerintah dan DPR menyepakati format awal RUU BPJS. Rencama pengabungan empat BUMN tersebut merupakan satu dari tujuh hasil pertemuan DPR dan pemerintah dari Senin hingga Rabu lalu.Hasil lainnya adalah mengenai struktur organisasi BPJS, ketentuan iuran dan kepersertaan, serta sanksi. “Ketujuh poin tadi sudah disepakati, sehingga tak ada perubahan dalam pembahasan RUU BPJS di DPR,” kata Isa Rachmatarwata, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK.Begitu juga dengan Jamsostek dan Askes. Kendati demikian, pada dasarnya, keempat perseroan itu setuju jika SJSN segera dibentuk.
Jika tetap dilakukan penggabungan, , maka harus ada BUMN yang dilebur atau dimatikan. Dalam rancangan yang disiapkan pemerintah, Asabri berpotensi dilebur ke Askes. Sementara Taspen dilebur dengan Jamsostek. Peleburan ini diperlukan untuk memudahkan pemerintah dalam mengawasi pelaksanaan sistem jaminan sosial.
Dirut PT Jamsostek( Persero ) H.Hotbonar Sinaga minta pemerintah agar berhati hati dalam melakukan keputusan yang menentukan siapa sebagai pelaksana BPJS , hendaknya diserahkan pada pihak yang memahami sejarah pembentukan BPJS yang sudah ada. Jangan diserahkan pada konsultan asing yang tidak paham tentang jaminan sosial di Indonesia.
Menurut dia, saat ini bisnis asuransi di Indonesia sudah dikuasai asing, termasuk bisnis pembiayaan perbankan. Jangan sampai penyelenggara jaminan sosial juga dikuasi oleh asing.
 Hotbonar berharap agar sebelum menggabung BPJS  (PT Asabri, Askes, Taspen dan Jamsostek), panja harus   memerhatikan juga aspek hukum dan finansial, serta aspek sumber daya manusia.
Aspek hukum yang harus diperhatikan mengenai penyatuan anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan peraturan dari perseroan terbatas di badan penyelenggara itu.
Bahkan, lanjutnya, aspek finansial berupa penggabungan dana kepesertaan dalam satu BPJS dapat berdampak terhadap penarikan dana oleh pemiliknya, yakni para peserta badan penyelenggara tersebut.[Leo bmb]

Perusahaan Wajib Laksanakan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

JAKARTA - Kewajiban pengusaha untuk mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek  program jaminan pemeliharaan kesehatan . akan ada peningkatan kualitas pelayanan, hal ini mendapat penegasan  Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhamin Iskandar .kebijakan ini akan disosialisasikan  kepada unsur pengusaha, serikat pekerja dan serikat buruh.
Tindak lanjut  kebijakan pemerintah tersebut , Direktur Utama PT Jamsostek H.Hotbonar Sinaga kan memberikan tenggang waktu selama dua tahun kepada  kalangan pengusaha untuk menyelesaikan masalah kepesertaan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya dengan pihak ketiga atau asuransi swasta  “Sebagai kompensasinya, PT Jamsostek akan memperluas cakupan layanan di antaranya dalam layanan untuk pengobatan kanker, hemodialisa dan jantung yang selama belum tercakup, karena rendahnya iuran dari peserta program JPK,” kata Hotbonar.
Hotbonar menambahkan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan itu pernah disinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat bertemu dengan kalangan buruh di peringatan Mayday di Cileungsi, Jabar pada 1 Mei lalu. Saat itu Presiden memberi apresiasi atas kinerja PT Jamsostek selama ini sekaligus meminta agar cakupan dan kualitas layanan kesehatan untuk para pekerja dan buruh dapat ditingkatkan. Kalau saat ini  peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan tercatat sebanyak 2,18 juta orang pekerja dengan tertanggung (anak dan keluarga) menjadi 5,04 juta orang ,maka dengan adanya kebijakan pemerintah mewajibkan perusahaan mendaftarkan karyawannya menjadi peserta Jamsostek ,diharapkan sekitar 9 juta orang pekerja aktif atau sekitar 23 juta orang tertanggung mendapat pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan secara maksimal .
Untuk itu menurut H.Hotbonar ,rencana usul perbaikan PP No.14/1993 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, khususnya tentang opting out kepesertaan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) sangat positif  karena akan berpengaruh terhadap peningkatan produktifitas perusahaan dan pelayanan kesehatan yang maksimal kepada karyawan. [Leo-bmb]

Rabu, 15 Juni 2011

Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (persero) Ahmad Ansyori BPJS Regulasinya Harus Jelas dan Berkarakter Tripartit


  
JAKARTA – Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek (persero) Ahmad Ansyori  mengatakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) harus memenuhi karakteristik yang bisa mewakili kepentingan tripartit (wakil pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah).
Pada prinsipnya, kami sebagai perusahaan milik negara menerima perubahan apapun untuk BPJS, tapi kami juga harus bertanya kepada pekerja yang sebagai peserta jaminan sosial diperusahaan ini, ungkapnya, kepada media  di Jakarta .belum lama ini  , menanggapi tentang bentuk BPJS yang akan dibentuk pemerintah bersama DPR RI nantinya.
Menurut dia, kriteria lain yang harus terpenuhi tentunya memiliki regulasi yang jelas dan mekanisme pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan bagi semua peserta jaminan sosial.
Bentuk BPJS, katanya, bisa disesuaikan dengan yang sudah ada seperti PT Asabri yang diperuntukkan bagi TNI/Polri, atau PT Taspen dan Askes untuk PNS.
Sedangkan Jamsostek, lanjut dia, tetap di bisnis dasarnya mengurus jaminan sosial untuk pekerja swasta, sedangkan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu dapat dibuat BPJS yang baru. Bagi para tenaga kerja informal dapat dilindungi dengan jaminan sosial oleh BPJS yang sudah ada, tapi usulan format BPJS ini diserahkan sepenuhnya kepada keputusan pemerintah dan DPR.
Ketua Panja RUU BPJS DPR RI dari FPG Ferdiansyah dalam konferensi persnya di Gd DPR RI Senayan Jakarta, belum lama ini , menjelaskan, FPG DPR RI berpandangan bahwa sistem penyelenggara jaminan sosial yang diselenggarakan saat ini belum menyentuh substansi perlindungan negara atas jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga tidak ada jalan lain selain mewujudkan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. "FPG menyadari sedalam-dalamnya betapa RUU BPJS sangat berpihak kepada kepentingan seluruh rakyat Indonesia, kehendak untuk melindungi setiap warga negara." ujar Deputi Bidang Kesra FPG DPR RI ini.
Lebih lanjut Ferdiansyah menegaskan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial harus mampu dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia. "Seluruh jaminan sosial yang diatur dalam UU SJSN harus mampu menyentuh perlindungan sosial terhadap pekerja informal, buruh, kelompok pengusaha, pegawai mulai dari kelas atas hingga kelas rendah, TNI/Polri hingga pekerja asing yang membayar iuran." tandasnya. [ leo-bmb]

Walau Belum Ada Kepastian Siapa Bakal Penyelenggara BPJS , Pemerintah Sudah Bahas Besaran Iuran


JAKARTA- Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Agung Laksono mengungkapkan saat ini masih dibahas besaran iuran yang bakal dikenakan kepada masyarakat dalam pemberlakukan BPJS. Iuran tersebut antara Rp40 ribu hingga Rp60 ribu. "Ada pendapat Rp40.000 per keluarga dan ada Rp60.000 per keluarga. Itu namanya iuran bukan namanya premi," ujarnya di  Jakarta, Selasa (14/6).  

            Namun, besaran premi atau iuran yang bakal dikenakan di BPJS kesehatan, Agung mengaku masih dalam proses pembahasan. Untuk tahap pertama, pemerintah lebih memprioritaskan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk program jaminan kesehatan ketimbang jaminan pensiun dan hari tua. Setelah program BPJS jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, dan kematian, serta program jaminan pensiun dan hari tua berjalan dengan baik, lantas program lainnya baru akan dijalankan.

Sebelumnya ,Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan konsep pembentukan Badan Penyelenggara Penjamin Sosial (BPJS) akan bersifat sukarela dan berbadan hukum usaha publik.“Bahwa nanti BPJS itu dikelola dengan nirlaba dan semua manfaat itu adalah untuk kepentingan peserta itu kita setuju,” ujarnya kepada pers di Jakarta, Senin (13/6)
Menkeu mengatakan pembahasan RUU BPJS mulai menemukan titik temu dan saat ini sedang memasuki tahap pembahasan iuran Pemerintah, lanjut Menkeu, juga telah menyiapkan skenario peralihan program dari PT Jamsostek (Persero), PT Askes (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), serta peralihan program Jaminan Kesehatan Masyarakat, program Jaminan Kesehatan Daerah, kepada BPJS Program Jaminan Kesehatan, Kecelakaan Kerja dan Kematian, dan BPJS Program Jaminan Pensiun dan Hari Tua. “Kalau pada saat nanti dipindahkan, itu kan hanya memindahkan program saja. Tapi nanti kemudian masuk di BPJS yang konsepnya badan usaha publik. Kita setuju dengan konsep badan hukum publik,” ujarnya.
Pada rapat panitia kerja DPR 6-8 Juni 2011, telah disepakati pembentukan dua BPJS yaitu BPJS Program Jaminan Kesehatan, Kecelakaan Kerja dan Kematian, dan BPJS Program Jaminan Pensiun dan Hari Tua. Dalam rapat tersebut, juga disepakati untuk mencantumkan substansi kepesertaaan dan iuran ke dalam RUU BPJS namun pencantuman kedua ketentuan tersebut tidak dalam bab tersendiri namun dapat saja dicantumkan dalam bab-bab lain.
Kemudian pada rapat 10-11 Juni 2011, pemerintah mengusulkan agar substansi kepesertaan dan iuran dimasukkan ke dalam bab tentang pembentukan dan ruang lingkup.  Sedangkan mengenai Organ BPJS disepakati bahwa organ terdiri dari Organ Pengawas dan Organ Pelaksana. Pemerintah diminta untuk menyiapkan uraian lebih rinci mengenai organ-organ ini untuk dibahas dalam rapat Panja berikutnya.
Sebelumnya , Dirut PT .Jamsostek ( Persero ) H.Hotbonar  Sinaga , mengingatkan , hendaknya  pembahasan RUU BPJS jangan  dipaksakan hanya untuk sekedar memenuhi target. diperlukan pemahaman yang sama dalam menentukan bentuk, status, dan tugas BPJS. Tentunya dengan memperhatikan aspek sosial, budaya, dan sejarah dari keberadaan lembaga serta pelaksanaan sistem jaminan sosial di Indonesia. Ada perbedaan mendasar antara jaminan sosial dan bantuan sosial. Dana jaminan sosial berasal dari peserta atau pemberi kerja, sedangkan dana bantuan sosial berasal dari pemerintah .[leo-bmb]