Senin, 13 Juni 2011

Kasus Program JHT Jamsostek Menurun, Pembayaran Klaim Meningkat

JAKARTA - Klaim JHT merupakan hak pekerja terputus penghasilannya dan dapat diambil apabila tenaga kerja tidak lagi menjadi peserta Jamsostek , diharapkan pembayaran JHT dapat mengatasi risiko sosial ekonomi pekerja peserta Jamsostek yang terkena PHK atau tidak bekerja lagi,
Menuryut Direktur Utama PT Jamsostek Hotbonar Sinaga, jumlah kasus yang ditangani dalam program Jaminan Hari Tua (JHT) menurun dalam dua tahun terakhir. Ia menjelaskan, tahun 2009 jumlah kasus JHT sebanyak 898.889 kasus, sedangkan selama 2010 ada 867.723 kasus.
Pembayaran klaim JHT kepada pekerja peserta jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau tidak lagi bekerja, terus meningkat dua tahun terakhir ini. pembayaran klaim jaminan JHT pada  tahun 2010 tercatat sebesar Rp5,9 triliun, sedangkan tahun sebelumnya sebanyak Rp5,8 triliun.
Iuran jaminan sosial ini, kata Hotbonar, ditanggung oleh perusahaan sebesar 3,7 persen, sedangkan pekerja sebagai peserta menanggung iuran sebesar dua persen. Sementara itu, selama Januari-Maret 2011, tercatat pembayaran klaim JHT sudah sebanyak Rp1,7 triliun dengan 236.693 kasus.
Dia juga mengemukakan, Jamsostek akan meningkatkan penyelenggaraan kegiatan pendidikan serta pelatihan (diklat) dalam program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL).
Dalam melaksanakan salah satu program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) ini, Jamsostek akan mengintensifkan penyelenggaraan diklat untuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang menjadi mitra binaan serta masyarakat kurang mampu.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk UKM yang merupakan mitra binaan itu akan ditingkatkan. Dalam hal ini, Jamsostek akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga terkait lainnya. Ini merupakan salah satu bentuk realisasi CSR Jamsostek dan program kemitraan , untuk program bina lingkungan, kegiatan pendidikan dan pelatihan akan diberikan kepada masyarakat kurang mampu agar menjadi tenaga kerja yang memiliki kemampuan/keahlian khusus sepert  diklat di bidang pertekstilan. Selain bisa berusaha secara mandiri, tenaga kerja bersangkutan juga siap bekerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang saat ini memang membutuhkan banyak penjahit.
Para pelaku UKM perlu diberikan diklat untuk mengembangkan bisnisnya dan bisa bersaing. Sedangkan masyarakat kurang mampu, khususnya yang tergolong angkatan kerja, akan didorong menjadi tenaga kerja formal atau menjadi wirausahawan baru.[leo-bmb]