Jumat, 28 Oktober 2011


Sidang Saksi Ahli Asian Agri Hadirkan Faisal Basri

Jakarta - Sidang dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri senilai Rp 1,259 triliun di gelar kembali oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta di ketuai Majelis Hakim Martin Ponto SH  sidang kali ini, hadir saksi ahli ekonomi Faisal Basri.

Seperti kesaksian,Faisal Basri di depan majelis Hakim, menghitung besaran pajak lahan sawit seluas 100 ribu hektar atau setara dengan luas kebun yang dimiliki Asian Agri. Misalnya, dalam 4 tahun, dengan luas kebun 100 ribu hektar, maka pajak sebesar Rp 378 miliar.

Perhitungan ini berdasarkan perhitungan per hektar menghasilkan 4 ton minyak sawit. Per ton, harga minyak sawit senilai US$ 350 (harga standar Rotterdam). Sehingga 1 hektar dapat menghasilkan US$ 1.400 atau setara dengan Rp 12,6 juta (kurs Rp 9 ribu). Dengan pajak 30 persen, maka per hektar dikenai pajak sebasar Rp 945 ribu.

"Jika ada 100 ribu hektar, maka pajaknya Rp 94,5 miliar pertahun. Jika 4 tahun, artinya pajak sebesar Rp 378 miliar," ujar Faisal.

Perhitungan Faisal ini mencengangkan pengunjung. Sebab terjadi selisih yang sangat besar antara perhitungan Faisal dengan perhitungan jaksa. Karena jaksa menghitung pajak Asian Agri di atas Rp 1 triliun dalam kurun 4 tahun atau lebih dari Rp 250 miliar per tahun. Padahal dasar perhitunganya sama yaitu lahan kebun 100 ribu hektar.

Sektor perkebunan kepala sawit menyerap 3,75 juta tenaga kerja dengan pendapatan per petani dengan lahan 2 hektar, minimal Rp 4 juta perbulan.

"Dalam 2010, penerimaan negara dari ekspor, 10 persen dari minyak sawit yaitu sebesar Rp 8.9 triliun," jelas Faisal.

Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum(JPU) mendakwa tax manager Asian Agri, Suwir Laut dengan pasal 39 ayat 1 huruf c Undang-Undang No 16 Tahun 2000 tentang Pajak. Terdakwa dituding telah menyampaikan SPT  tidak benar atau tidak lengkap  tahun pajak 2002 hingga 2005. Akibat kekeliruan ini, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1,259 triliun. Pelanggaran terhadap pasal ini dikenai hukuman maksimal kurungan penjara 6 tahun dan denda empat kali dari nilai kerugian yang diderita negara.[HN/BMB]