Jumat, 23 Desember 2011

Penyidikan Sempat Dihentikan, Polsek Senen Dituding  Abaikan Putusan MA
 

Iwan Natapriyana, kuasa hukum PT IKI

 Jakarta - Penyidikan kasus penggelapan uang perusahaan PT Indawo Kharisma Internusa (IKI), sempat dihentikan. Tak ayal, Kepolisian Sektor (Polsek) Senen, Jakarta Pusat, didesak untuk segera melanjutkan terkait kasus ini.

Desakan itu dilontarkan kuasa hukum PT IKI, Iwan Natapriyana, Jumat (23/12/2011). Pasalnya, lanjut Iwan, Mahkamah Agung (MA) sudah mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukannya. Artinya, keputusan untuk melanjutkan penyidikan kasus ini sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah).

Hal serupa diungkapkan Winoto Mudjoputro, pemilik PT IKI. Dia berharap kasus ini segera dilanjutkan dan pelakunya diseret ke meja hijau.

Menurutnya bila hal ini tetap didiamkan, perkaranya bisa kadaluarsa, mengingat perkara yang menyangkut tersangka bekas karyawannya, Fifi Nella Wijaya sudah terjadi sekitar empat tahun silam.   

Bagi Winoto Mudjoputro putusan PK permohonan praperadilan soal Polsek Senen menghentikan kasus penggelapan uang perusahaannya masih mengganjal di hatinya. Mengapa ? Sebab meski sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkrah), tetapi belum juga dilanjutkan.

“Saya berharap laporan soal penggelapan uang perusahaan segera dilanjutkan dan si pelakunya harus segera diadili,” ucapnya sambil menyebutkan hal ini agar dapat meciptakan rasa keadilan.

Menurutnya bila hal ini tetap didiamkan, perkaranya bisa kadaluarsa, mengingat perkara yang menyangkut tersangka bekas karyawannya, Fifi Nella Wijaya sudah terjadi sekitar empat tahun silam.

“Sudah jelas, sebelum perkara ini dilaporkan, berdasarkan audit perusahaan secara independen ada uang perusahaan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan tersangka, tapi, kenapa masih saja dikatakan tidak cukup bunkti hingga perkara ini dihentikan penyidikannya,” ujarnya. Jelas, tampaknya banyak sekali kejanggalan dalam proses penyidikan yang dimulai sejak September 2007 itu.

Sementara, kuasa hukum Winoto, dari PT Indawo Kharisma Internusa (IKI), Iwan Natapriyana,SE,SH, menyebutkan Polsek Senen harus melaksanakan putusan praperadilan ini. “Tak ada alasan untuk tidak melanjutkan penyidikan perkara ini. Sebenarnya tidak perlu lagi ada pemberitahuan kepada pihak termohon untuk melaksanakan putusan itu. Ini sudah otomatis dilakukan, “ ucap advokat anggota Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) ini.

Menurut Direktur Lembaga Badan Pelayanan dan Konsultasi Hukum (BPKH) Dekopin ini permohonan praperadilan yang diajukan ini boleh dibilang satu keberuntungan. Mengapa ? karena banyak permohonan praperadilan itu selalu kandas di pengadilan. “Nah, kalau memang dari pihak saya yang dimenangkan, buktikan kalau putusan pengadilan dapat dijalankan. Jangan hanya diatas kertas saja, “ ucapnya.

Apapun caranya, pihaknya tetap akan berupaya untuk bisa mendapatkan keadilan yakni, kasus yang merugikan kliennya dapat digelar di pengadilan. “Ya, mau gak mau, kalau ini tidak jalan, saya bakal terus berjuang,” tambahnya.

KETUA PN JAKPUS
Menyangkut putusan ini, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Suharto menyebutkan putusan pengadilan harus dihormati. “Ya, kalau isi putusannya harus dilanjutkan, itu artinya ya harus  dijalani, “ katanya.
        
Hal senada juga disampaikan humas PN Jakpus Bagus Iriawan.  Ia menegaskan, Polsek Senen harus mentaati putusan pengadilan. “Apapun alasannya, termohon harus melanjutkan penyidikan perkara penggelapan ini dan segera melimpahkan perkara itu ke penuntut umum dan segera disidangkan,” ucapnya sambil menyebutkan kalau memang dari awalnya tidak cukup bukti sebaiknya jangan dahulu ditetapkan tersangka. “Kumpulkan bukti, baru lakukan penyidikan,” tambahnya.

Menurut Iwan, permohonan praperadilan ini berawal ketika Polsek Senen menghentikan penyidikan laporan No Pol 0385/K/X/2007/Sektro Senen tanggal 4 Oktober 2007 soal dugaan adanya tindak pidana penipuan dan penggelapan uang perusahaan.

Penyidik lalu menjerat tersangka dengan pasal 378 dan pasal 374 KUHP. ”Tersangka dilaporkan ke polisi dengan bukti- bukti yang sangat kuat, yakni berdasarkan hasil audit akuntan publik Zeinirwan Santoso yang menemukan penyimpangan keuangan perusahaan sebesar Rp 97.6 juta. Dalam audit No. IDKU/AUDIT- YS/030907 itu menyebutkan, modusnya adalah pengajuan Reimbursement (penggantian kembali biaya-biaya yang telah dikeluarkan) hingga terjadi dua kali sebanyak 40 tagihan” papar Iwan.

 Iwan menambahkan atas laporan tersebut kemudian penyidik melakukan pemeriksaan saksi termasuk memeriksa pelapor Winoto Mudjoputro, Wong Kennteh Ardiyan (Direktur), Sri Wahyuni (kasir) dan Dedy Mariyanto (auditor dari kantor akuntan publik) termasuk Tersangka Fifinela Wijaya.

“Berdasarkan bukti dan saksi serta hasil pemeriksaan tersangka, akhirnya penyidik Polsek Senen melimpahkan berkas perkara ini ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Setengah tahun kemudian, berkas yang diajukan tersebut dikembalikan lagi ke Polsek Senen oleh kejaksaan karena dianggap kurang bukti dan saksi.

”Entah kenapa, penyidik bukannya melengkapi berkas yang dikembalikan Kejaksaan, tapi malah mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) pada Oktober 2009,” ujarnya serya menambahkan dalam perkara ini alat bukti sudah sangat kuat dan memenuhi syarat terpenuhi satu tindak pidana sesuai yang diatur dalam KUHP.

"Atas dihentikannya penyidikan perkara oleh Polsek Senen ini, maka kami menempuh jalur hukum dengan mempraperadilkannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bersyukur hakim akhirnya mengabulkan permohanan ini hingga sampai tingkat banding dan pada permohonan PK yang diajukan termohon akhirnya juga ditolak berdasarkan putuan PK No 12 PK/PID/2011 yang ditandatangai Dr. Arifin Tumpa,SH,MH tertanggal 18 Maret 2011, tapi baru diberitahu jurusita penggati PN jakpus 5 Desember lalu, “ ucapnya. [HN]