Rabu, 29 Juni 2011

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Untuk Masyarakat Miskin Sebaiknya Dibentuk Badan Baru

 
JAKARTA - Mengabungkan empat BUMN Asuransi untuk membentuk dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dinilai tidak realistis dan malah akan menambah rumit persoalan. Pemerintah justru sebaiknya membentuk Badan Penyuelenggara yang  baru untuk melayani jaminan sosial bagi masyarakat miskin atau tidak mampu.
"Hal ini lebih baik dibanding mentransformasi atau melebur empat BPJS yang sudah ada saat ini dengan segmen tersendiri," kata pengamat kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ichsanuddin Noorsy kepada wartawan di Jakarta, Rabu (22/6). BPJS dibutuhkan sebagai pelaksanaan UU No. 40 tentang Sistem Jaminan Sosial yang sudah tujuh tahun belum juga dilaksanakan.
Menurut dia, dana iuran kepesertaan dalam program jaminan sosial tersebut tidak akan membebani anggaran pemerintah. Karena, dana iuran bisa diambil dari pajak pertambahan nilai (PPN) yang berasal dari masyarakat. Selama ini, seluruh lapisan masyarakat menyetorkan PPN dari setiap uang yang dibelanjakannya. Pada 2010, setoran PPN dari masyarakat mencapai Rp 270 triliun.
Saat ini terdapat empat BPJS yang sudah berjalan, yakni PT Jamsostek (Persero) yang melayani pekerja formal dari perusahaan swasta dan BUMN serta pekerja sektor informal. PT Askes (Persero) melayani jaminan kesehatan untuk pegawai negeri sipil (PNS). PT Taspen (Persero) melayani jaminan pensiun untuk PNS, serta PT Asabri (Persero) melayani jaminan pensiun dan jaminan kesehatan untuk TNI/Polri.
Pada prinsipnya, jaminan sosial itu diselenggarakan untuk masyarakat miskin atau tidak mampu. Untuk itu, pemerintah harus lebih baik fokus dalam membentuk BPJS baru guna menyelenggarakannya. Karena, hingga saat ini, pelaksanaan program jaminan sosial belum menjangkau masyarakat miskin dan tidak mampu, sedangkan empat BPJS yang ada tetap berjalan melayani pesertanya masing-masing.
Dirut PT Jamsostek( Persero ) H.Hotbonar Sinaga minta pemerintah agar berhati hati dalam melakukan keputusan yang menentukan siapa sebagai pelaksana BPJS , hendaknya diserahkan pada pihak yang memahami sejarah pembentukan BPJS yang sudah ada. Jangan diserahkan pada konsultan asing yang tidak paham tentang jaminan sosial di Indonesia. Untuk itu ,Hotbonar telah menyurati sekaligus memberikan masukan kepada pemerintah .[leo-bmb]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar