Sabtu, 10 November 2012

Kalangan Buruh Gugat BPJS

JAKARTA FPRM - Ketua Umum Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) Lukman Hakim mengatakan organisasinya akan menggugat Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) ke Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, undang-undang ini sangat merugikan dan mencederai perjuangan buruh selama ini.
Ia mengatakan, pihaknya berharap Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra menjadi kuasa hukum dari para buruh atas gugatan tersebut.
Kami sedang mempelajari dan merumuskan apa-apa saja yang akan menjadi materi dalam gugatan dalam waktu dekat ini, kata Lukman di Galeri Cafe TIM, Jakarta, Selasa (30/10/2012).
Lukman menambahkan, pada saat UU BPJS disahkan DPR pada 28 Oktober 2011 masih ada perubahan. Perubahan tersebut mengharuskan masyarakat membayar Rp 27.000 per bulan.
Iuran jaminan sosial yang ditanggung negara sendiri, lanjutnya, hanya mencakup fakir miskin yang pendapatannya kurang dari Rp 300.000 per bulan. Pemungutan iuran itu dinilainya sangat merugikan buruh.
Sebelum UU BPJS disahkan biaya asuransi Jamsostek ditanggung pengusaha dengan besaran 3% dari upah sebulan untuk buruh yang masih lajang dan 6% bagi buruh berkeluarga. Dengan adanya UU BPJS ini buruh harus rela gajinya dipotong 2% dari upah sebulan, tandasnya.
Selain FNPBI, ada belasan organisasi buruh lainnya yang akan ikut mendukung gugatan itu. Elemen tersebut antara lain Aliansi Serikat Pekerja dan Buruh Indonesia (ASPBI), Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 92, Gaspermindo, Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN, dan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR). [leo bmb]





Kepesertaan Jamsostek Jadi Indikator Keberhasilan Pemda

JAKARTA FPRM - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tengah merancang pemberian penghargaan kepada pemerintah daerah (pemda) yang sukses menciptakan iklim hubungan industrial yang baik di daerahnya masing-masing.
Salah satu faktor penilaian yang menjadi indikator keberhasilan adalah kesuksesan Pemda meningkatkan kepesertaan program jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) di daerahnya masing-masing.
"Kita sedang merancang program memberikan penghargaan untuk pemda-pemda yang sukses meningkatkan kepesertaan Jamsostek," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) R Irianto Simbolon usai membuka acara "Revitalisasi Mediator Hubungan Industrial dan Koordinasi Fungsional Jaminan Sosial Tenaga Kerja" Ujarnya
Menurut Irianto, Kemenakertrans mendorong pemda-pemda di seluruh Indonesia berperan aktif meningkatkan kepesertaan program Jamsostek di wilayahnya masing-masing.
Kemenakertrans sendiri melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) di daerah akan mengefektifkan peran mediator hubungan industrial sebagai ujung tombak dalam  mekanisme mediasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Nantinya, mediator tidak hanya aktif  penyelesaian perselisihan hubungan industrial saja. Tapi juga melakukan fungsi pembinaan dan penyuluhan tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja agar risiko sosial tenaga kerja terlindungi.
Terkait hal tersebut, Kemenakertrans bekerjasama dengan PT Jamsostek (Persero) sebagai badan penyelenggara jaminan sosial tenaga  melalukan program revitalisasi mediator hubungan industrial yang saat ini jumlahnya hanya sekitar 1.300 orang.
Irianto mengakui salah satu kendala  dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial masih terbatasnya jumlah petugas mediator hubungan industrial. Saat ini hanya terdapat 1.300 orang mediator untuk menangani 217.000 perusahaan di seluruh Indonesia.
Pada kesempatan yang sama Direktur Kepesertaan PT Jamsostek (Persero) Junaedi, mengakui  kepesertaan Jamsostek di suatu daerah patut dijadikan tolok ukur untuk mengetahui keberhasilan daerah bersangkutan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
"Karena dengan mengcover seluruh tenaga kerja di suatu daerah, berarti juga melaksanakan pengentasan kemiskinan dan mensejahterakan tenaga kerja di daerah tersebut," terangnya.
Apalagi, jaminan sosial adalah hak warga negara khususnya para pekerja. Tanpa jaminan sosial akan banyak masyarakat yang berpotensi miskin. Sebaliknya semakin banyak masyarakat yang mendapatkan jaminan sosial, maka akan menjadi potensi ekonomi.
Dia menambahkan, dengan potensi angkatan kerja sebanyak 110 juta yang dimiliki Indonesia, seharusnya jumlah pekerja yang terdaftar dalam program Jamsostek juga bisa ditingkatkan secara signifikan.
"Kita punya angkatan kerja sektor formal sekitar 40 juta, sektor informal 70 juta, namun yang terdaftar dalam program Jamsostek saat ini baru sekitar 10 juta peserta aktif. Artinya masih ada sekitar 100 juta pekerja yang belum terlindungi dan berpotensi miskin karena tidak terlindungi dalam program jaminan sosial," terangnya.
Junaedi mengatakan, peran mediator hubungan industrial selama ini sangat membantu mereka dalam meningkatkan kepesertaan program Jamsostek di masing-masing daerah.
Dia juga sangat mendukung wacana Kemenakertrans yang akan memberikan penghargaan bagi pemda yang sukses menciptakan iklim hubungan industrial yang baik dan memasukan tingkat kepesertaan Jamsostek sebagai salah satu indikator. "Karena dibandingkan dengan kenaikan upah yang tak seberapa, pemenuhan jaminan sosial bagi tenaga kerja lebih signifikan," terangnya.[leo bmb]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar